Jumat, 06 November 2009

desain

Disain
Kata design dalam kamus Indonesia-Inggris dari John M. Echols berarti: potongan, model, pola, konstruksi, mode, tujuan, rencana. Sedangkan dalam kamus Webster pengertian design adalah gagasan awal, rancangan, perencanaan, pola, susunan, rencana, proyek, hasil yang tepat, produksi, membuat, mencipta, menyiapkan, menyusun, meningkatkan, pikiran, maksud, kejelasan, dan seterusnya.
Untuk bidang senirupa dan ilmu kemudian diuraikan lagi menjadi: penataan elemen-elemen yang dipergunakan/ diperlukan dalam memproduksi suatu benda. Secara khusus maka senirupa, disain diartikan: merancang suatu benda dengan memperhatikan unsur-unsur estetis, fungsi, materi, cara pembuatan serta pemasaran.

Beberapa sikap pendekatan disain:
Sikap konformis: menganggap aktifitas mendisain sebagai suatu aktifitas yang berdiri sendiri, tanpa mempermasalahkan unsur-unsur sosio-kultural. Karakteristik mereka sebagai suatu kelompok adalah penggunaan warna-warna yang berani, pemanfaatan bahan-bahan baru dan tehnik-tehnik produksi massa yang baru. Masalah yang paling menarik bagi mereka adalah kualitas estetik suatu benda, sehingga mereka sering hanya memperindah bentuk dan menyempurnakan fungsi yang sudah pasti.

Sikap reformis: kelompok ini mempunyai perhatian yang besar terhadap peranan seorang disainer dalam masyarakat. Sikap konsumtif masyarakat dianggap sebagai suatu cara memperbesar kebahagiaan pribadi sehingga dengan demikian juga menjamin stabilitas sosial. Dilemanya adalah mereka menganggap dirinya sebagai ahli menciptakan benda-benda pakai, tapi mereka tidak ada kuasa untuk mengontrol penggunaannya. Mereka berpendapat bahwa tidak bisa ada revolusi disain sebelum ada perubahan struktur sosial, maka mereka menciptakan benda-benda dengan suatu komentar sosial.

Sikap kontestasi (berlomba): menganggap bahwa suatu benda tidak mungkin dirancang terlepas dari sisi sosio-kulturalnya, maka selain menanggapi masalah estetika benda, juga ditanggapi estetika penggunaan benda itu, sehingga bisa muncul berbagai kegunaan. Maka benda-benda yang didisain lebih bersifat environmental, memungkinkan berbagai interaksi sosial dan memungkinkan interpretasi jamak.

Proses Disain
Masalah disain pada dasarnya baru muncul setelah adanya Revolusi Industri yang memunculkan pembagian pekerjaan dan spesialisasi. Suatu proses produksi yang sebelumnya dilaksanakan secara utuh oleh satu pribadi namun kini menjadi terbagi-bagi. Walau demikian, masing-masing spesialisasi tetap merupakan satu mata rantai dari suatu proses disainer dalam membuat disain.
Keterkaitan pada unsur lain dalam produksi, membuat seorang disainer harus memperhatikan tiga masalah pokok dalam membuat disain, yaitu:

Fungsi
Memberi batas pada
untuk apa benda itu dipakai
bagaimana mekanisme kerja benda itu
siapa yang akan mempergunakan benda itu

Modal
Besar kecilnya modal akan mempengaruhi bagaimana batasan yang telah diberikan oleh fungsi dapat dilaksanakan.

Persediaan bahan
Persediaan bahan akan mempengaruhi sebatas apa benda tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan keinginan dan bagaimana cara pembuatannya.

Secara praktis tiga hal ini dapat dijabarkan dalam tahapan disain (design Phase) dan proses disain (design process). Tahapan disain lebih merupakan tahapan kerja dalam mendisain, sedangkan proses disain lebih merupakan proses pemikiran.

Tahapan desain:
studi kelayakan (feasibility study)
pembatasan masalah
identifikasi faktor yang membatasi lingkup masalah
evaluasi kesulitan yang diantisipasi
pemikiran konsekuensi disain

desain awal (preliminary design)
pembuatan sketsa awal, disain awal sampai model

desain detail (rinci)
gambar kerja

Proses desain
formulasi ide
pengembangan ide
evaluasi dan percobaan
penjabaran

Secara lebih terperinci maka langkah-langkah dalam mendesain adalah:
Identifikasi masalah à pengumpulan data à penciptaan ide-ide à pembuatan model à analisa dan evaluasi à eksperimen à pemecahan masalah.

Keindahan Pada Desain
Keindahan pada karya desain, selain mengikuti kaidah-kaidah estetis seperti prinsip-prinsip disain dan nilai-nilai intrinsik seni, juga mengikuti kaidah lain yang ada pada benda pakai khususnya, yaitu kaidah fungsi.

Dalam menilai keindahan karya disain, secara khusus kita dapat menilai:

Keindahan bentuk
Keindahan bentuk disain pada dasarnya mengikuti prinsip-prinsip disain

Keindahan fungsi
Keindahan dalam fungsi dapat dikaitkan dengan kenyamanan pemakaian atau kebenaran mekanisme suatu benda pakai dalam menjalankan fungsinya. Dalam hal ini yang menjadi pertimbangan adalah apakah benda tersebut sudah memenuhi fungsinya dengan baik? Apakah dalam menjalankan fungsinya benda tersebut telah mengikuti mekanisme kerja yang logis dan nyaman? Perpaduan antara keduanya, yaitu keindahan fisik (bentuk) dengan keindahan fungsi, akan menimbulkan rasa senang yang ditimbulkan oleh suatu karya seni yang indah. Demikian maka rasa keindahan (sense of beauty) yang ada pada diri manusia akan tersentuh baik oleh karya disain, maupun oleh karya seni bebas.

Pengelompokan Profesi Disain
Kelompok 2 dimensi
Disian Grafis
Disain Tekstil

Kelompok 3 dimensi
Disain Produk
Disain Ruang
Disain Bangunan

Kelompok khusus
Disain Otomotif

1 komentar:

  1. Top online casino in India - KADG Pintar
    Our top-rated online casino sites are KAdoo, Naveen, RTG, Superlotto, Casino, Lucknow, Playtech, 온카지노 사이트 and others.

    BalasHapus

aaauu

aaauu
aku lagi stres...

seni?

Keterasaan pada aktifitas seni rupa namun tak dinyatakan atau bahkan tak terdefinisikan sangat tidak adil bila diarahkan pada kesalahan. Begitu juga seni rupa yang gampang disusupi pada persoalan keterasaan yang minim dari ungkapan atau definisi terutama dari publik luas. Hal seperti ini mungkin hanya akan berlaku ketika keterasaan dan pengakuan pada apa itu seni rupa masih terkoptasi pada tradisi high art atau karya-karya ekspresi persoanal.ppd

How art made the world (bagaimana seni membentuk dunia) terbitan BBC mungkin bisa menjadi singgungan yang menarik dalam melihat persoalan terasa atau merasasakan. Sebuah kajian yang dipresentasikan Dr. Nigel Spivey mengupas bagaimana citra seni dimanfaatkan dan seni menjadi sesuatu yang sangat berpengaruh dalam membentuk dan membaca manusia saat mengenal realitas di sekitarnya. Namun demikian di sini saya tidak bermaksud membahas bagaimana film tersebut, melainkan mencoba memetik dan menganalogikan pandangan yang tersaji ke realitas pemanfaatan seni itu sendiri dalam ranah kehidupan.

2007

Salah satu kalimat yang menurut saya menarik dalam film tersebut adalah; “ How humans made art and art made human.” (bagaimana menusia membentuk seni dan seni membentuk manusia), atau rentangan kata yang menurut pandangan saya sangat dekat dengan peroses pernyataan keterasaan akan kekuatan citra melalui karya seni rupa. Kenapa persoalan yang diusung kalimat “How humans made art and art made human.” bisa berpotensi dan sangat dekat dengan peroses pernyataan keterasaan karya seni itu sendiri? Kejelasan yang telah ada akan lebih tampak lagi jika diurai dari praktek yang telah dicontohkan industrialisasi kapitalis terutama di ruang ruang publik seperti media cetak/elektronik, di pasar, jalanan bahkan di angkutan umum. Lebih tajamnya, jika ditelusuri dari sisi masyarakat yang berkomunikasi dengan karya seni para kapitalis itu sendiri, semisal billboard ceperalias papan iklan sebagai salah satu karya seni pilihan kapitalis, apa kira-kira yang terjadi pada masyarakat ketika melihatnya? Secara umum apa kemungkinan yang akan tergambar di benak setiap individu yang selalu berada di sekelilingnya? Jika mungkin ditarik salah satu indikator yang muncul saat masyarakat berkomunikasi dengan karya seni rupa tersebut, tak lain masyarakat akan memiliki kemampuan luar biasa untuk membaca kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya. Dan apa yang dilihatnya (karya seni kapitalis) itu juga seperti mampu memberi solusi dalam menutupi kekurangan yang terbaca tersebut (seperti iklan bedak, pembersih muka, pakaian, HP dan seterusnya). Tidak hanya itu, realitas-realitas imajiner yang dibangun karya seni tersebut dengan sendirinya terintegrasikan secara sadar atau tidak pada pola-pola kehidupan masyarakat. Alhasil prilaku yang terbentuk akibat pencitraan karya seni tersebut jelas berpotensi membangun konstruksi sosial masyarakat “baru” serta pencangkokan epistemologi metaforis buatan kapitalis. Pun demikian kinerjanya, juga disadari sangat tipis sekali kemungkinan akan masyarakat paham media yang mempengaruhi mereka tersebut merupakan karya seni yang selama ini mungkin dianggap remeh temeh. Inilah yang dimaksud keterasaan karya seni tetapi tidak dinyatakan secara eksplisit.

Kendati demikian, jangan heran dengan seniman/masyarakat seni lainnya yang biasannya menghadirkan karya seni untuk kepentingan ekspresi personal dapat diharapkan dapat bersaing dalam wilayah pencitraan nilai-nilai/pesan sosial dan usaha untuk mengembangkan wacana pencerdasan bagi masyarakat. Hal ini terjadi tentu bukan persoalan ketidakpekaan senimannya, melainkan bisa akibat pencitraan yang tak berimbang. Sebab bagaimanapun pemahaman penuh kesadaran yang berkembang pada publik akan seni yang untuk mereka apresiasi secara mendalam adalah karya yang biasanya dipayungi tradisi high art kendati yang sangat berperan banyak dalam membentuk pemahaman dan aktivitas publik itu sendiri adalah karya seni yang mampu menembus ruang publik seperti karya-karya seni kapitalis.

Sejauh pengamatan, kesadaran akan hal ini juga sudah menjadi bahasan di kalangan seniman dan pemerhati seni katakanlah Indonesia. Namun apakah dari sisi publik luas keterasaan pada karya seni itu perlu disadari seperti bagaimana pelaku/pecinta seni memahaminya? Atau menjadikan masyarakat tidak perlu mendefinisikan apa yang mereka lihat melainkan nikmati dan jalani saja tanpa ada defenisi atau intrupsi.

Harus diakui bahwa hampir seluruh ruang-ruang strategis seperti televisi, surat kabar, termasuk persimpangan jalan bahkan angkutan umum telah dimanfaatkan sebagai alat komunikasi komersial seperti di kota-kota besar terutama Jakarta. Luar biasa para kapitalis itu! terutama untuk memanfaatkan apa saja demi mengepung pandangan masyarakat dengan dagangannya. Namun di sudut lain ternyata terdapat celah bagi tumbuhnya kesadaran lain dalam memanfatkan ruang publik seperti angkutan umum itu sendiri. Kalu kita coba bermain dalam rangka menjelajahi pemanfaatan karya seni mungkin bisa kita lihat dari sudut kepulauan Indonesia, misalnya saja kota Padang. Awalnya roses kreatif yang dilakukan pemilik angkutan memang hanya untuk kepuasan personal. Namun seiring kesadaran akan pembacaan terhadap gejala publik akan kerja yang mereka lakukan berkembang untuk mengeser paradigma publik. Yaitu dengan menjadikan seni sebagai power dalam memikat perhatian konsumen (penumpang) dan singkat kata strategi merekapun berhasil. Lebih lanjutnya, pemilik angkutan umum yang menyentuh angkutannya dengan karya seni, secara mentalitas telah berpengaruh terhadap cara pandang masyarakat terhadap angkutan itu sendiri. Biasanya masyarakat tidak memiliki keinginan untuk persoalan memilih-milih angkutan berubah menjadi orang yang selektif dalam memilih angkutan yang akan dinaikinya terutama kawula muda. Namun di sini hal yang sangat menarik adalah adanya kesadaran memanfaatkan seni untuk kepentingan pencitraan tentunya. Sehingga seni yang mereka bentuk dengan sendirinya telah mengkonstruksi pemahaman publik terhadap sesuatau itu sendiri—seperti pandangan terhadap angkutan umum.

Kembali pada sejauh apa seni berpengaruh terhadap masyarakat atau personal mungkin dapat diukur dari sejauh apa pula kepentingan dalam memahami dan memanfaatkan seni itu sendiri. Dengan kata lain, membaca bagaimana masyarakat memosisikan seni dalam merefleksikan pemikiran atau gaya hidupnya dan hal inilah kemudian dibaca sebagai kesadaran alamiah/arbiteris akan seni itu sendiri. Namun hal yang tentu lebih berkontribusi adalah praktek yang mengarah pada kepentingan pemanfaatan ruang-ruang strategis dan sebisanya menjadi proiritas terutama untuk kerja pembangunan konstruksi sosial. Sehingga sisi lain yang menyadari segala hal yang aktual jikalau keaktualan itu sendiri tidak dapat membantu publik luas untuk memahami relitas sekelilingnya, mari mencaci-maki keaktualan yang tak berguna tersebut. Sebab keterasaan pada karya seni bagi masyrakat jelas sudah terasa dampaknya kendati tidak dibebani dengan definisi. Namun setidaknya harapan akan kesadaran pemaknaan filosofis mengapa karya seni sangat berpengaruh bisa diintegrasikan dengan makna-makna praktis dalam memaknai karya seni dan realitas. Sehingga praktek simbolik yang sampai sekarang masih dianggap penting bisa terus dimanfaatkan untuk membantu mengungkap dan menjawab tantangan zaman yang konon katanya tak kenal iba.